Kamis, 01/08/2013 16:08 WIB
Tak melulu soal imbalan, seni jalanan dimaknai sejumlah seniman sebagaimana namanya: melukis dengan media jalanan. Mereka -- para seniman jalanan ini -- menggunakan tembok-tembok di ruang publik sebagai kanvas.
Tema dari gambar mural ataupun grafitinya berbeda-beda, ada yang hanya menuliskan nama kelompoknya, nama sekolah, gambar-gambar yang berbau keindahan, kata-kata berisi kritik terhadap sosial dan pemerintahan, juga ungkapan-ungkapan satir.
Salah satu yang sempat terasa ada dimana-mana adalah gambar dari sebuah ikon putih, dengan kepala dan mata bulat. Ikon ini sering ditautkan dengan ungkapan-ungkapan sederhana yang mampu 'menyentil' pembaca yang lalu-lalang dihadapannya.
Meski sarat kesederhanaan, ikon dari Popo yang sering tampil 'nyeleneh', sudah cukup dikenali keberadaannya, terutama oleh para anak muda di Jakarta.
"Nama Popo ya nama karakter gua, nama gua sendiri Ryan, gua sebenernya enggak nutup-nutupin identitas asli gua kayak Anonym gitu," kata Popo kepada detikHot Selasa (30/7/2013) via emailnya. Ryan mulai menggunakan nama dan ikon karakter Popo sejak tahun 2000.
Awalnya Ryan alias Popo sendiri mulai tertarik membuat Mural demi keisengan belaka.Namun selain memanfaatkan ruang publik sebagai tempat berkarya, mulai tahun 2008, Popo juga telah beberapa kali melakukan pameran karya di sejumlah galeri-galeri. Diantaranya di RURU Gallery, Salihara, Soemardja Gallery.
Sosok Popo juga sudah membawa Ryan ke berbagai pameran di manca negara. Mulai Berlin Street Art, Berlin dan acara Nite Festival, di Singapore Art Museum. Keduanya berlangsung pada 2010.
Popo sendiri tidak pernah mengambil sekolah khusus di bidang seni."Gua kuliah di jurusan komunikasi, ngambil jurusan hubungan masyarakat masuk kuliah tahun 2001. Gua sama sekali ga pernah sekolah seni," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, Popo kian serius menempatkan muralnya pada beberapa titik di ruang publik setidaknya sebulan sekali. Isi dari kampanye sendiri biasanya soal isu-isu yang tengah dihadapi masyarakat dengan gaya canda dan humor.
Melihat pertumbuhan street art di kota seperti Jakarta, Bandung dan Jogjakarta, Popo mengatakan, "Di tiap kota beda-beda pastinya," kata Popo.
Popo mengamati di Jakarta pelaku street art tidak teratur, pelakunya keluar masuk. Ada yang sekadar iseng, ada juga yang konsisten. Sementara di kota lain seperti Bandung lebih sedikit pelaku dan individunya, tapi lebih banyak kelompoknya.
"Nah kalau di Jogjakarta rame banget, walaupun kotanya kecil juga sama seperti Bandung. Basic mereka juga kebanyakan dari sekolah seni. Tapi, di Jogja kan kota mahasiswa, jadi jaringan mereka lebih dekat ke akademis," kata Popo.
Menurut Popo, seni jalanan berakar dari kehidupan sosial manusia sendiri. "Dimana ada kehidupan si kaya dan si miskin, si pintar dan si bodoh, si baik dan si jahat, si salah dan si benar," jelasnya.
Tapi Popo menolak menyebut seni jalanan sebagai sesuatu yang serius dan harus ditanggapi dengan kening berkerut. "Yang pasti sih fun, terkadang merugikan orang juga sih, karena gambar di tembok orang enggak bilang-bilang ha..ha..ha.," kata Popo ringan.
Popo menolak karya-karya jalanannya disamakan dengan bentuk vandalisme. "Vandalisme bagaimana? Pohon di pinggir jalan juga bisa jadi vandal kalau menutupi rambu-rambu lalu lintas. Kalau vandalisme itu coret-coret tembok dan merusak, nah gua gak suka juga. Walaupun gua pernah melakukan itu ha..ha..ha," kata Popo.
***
Meski mengakui karyanya kadang mengganggu orang, Popo justru membutuhkan respon masyarakat akan karyanya. Dia mengatur sendiri karyanya demi efek dan respon masyarakat itu.
"Syukur-syukur efek dan responnya baik dari masyarakat. Itu PR gua terhadap karya gua, sebenarnya sih masyarakat itu juri terakhir dari karya gua," ujarnya.
Buatnya jika masyarakat tak menerima berarti karyanya tak asyik, sebaliknya jika diterima, "Ya, Alhamdulillah he..he..he."
Sebagai seniman muda Popo tak melangkah sendiri tanpa panduan. Dia punya idola seniman jalanan asal Inggris yang juga aktifis sosial, yakni Banksy. Apalagi menurut teman-teman Popo, karyanya memang sealiran dengan karya Banksy. "Pengakuan teman-teman ini sangat gua akuin, karena tanpa BANKSY, gua mungkin akan jadi joki balap motor, ha..ha..ha.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar