Rabu, 16 Maret 2016

SARWO EDHIE dan TRAGEDI 1965 Karya PETER KASENDA







SARWO EDHIE dan TRAGEDI 1965
Karya
PETER KASENDA


BAB 1
PENDAHULUAN
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Men/Pangad Letjen Achmad Jani dan 5 orang staf umumnya di culik dari rumah rumah mereka di Jakarta dan di bawa dengan truk ke area perkebunan di Lubang Buaya . Para penculik membunuh Achmad Jani dan 2 jenderal lainnyapada saat penangkapan berlangsung . Tiba di areal perkebunan beberapa saat kemudian pada pagi hari itu , mereka membunuh 3 jenderal lainnya dan melempar 6 jasad mereka ke sebuah sumur mati .  Seorang letnan yg salah tangkap dari rumah jenderal ketujuh yg lolos dari penculikan , menemui nasib di lempar ke dasar sumur yg sama .
Pagi hari itu juga , orang orang di balik peristiwa pembunuhan inipun menduduki stasiun RRI dan menyatakan diri sebagai anggota pasukan yg setia kepada Presiden Soekarno . Tujuan aksi mereka untuk melindungi Soekarno dari komplotan jenderal kanan yg akan melancarkan kudeta . Mereka menyebut nama pimpinannya Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Tjakrabirawa Letkol Untung yg bertanggung jawab mengawal Soekarno dan menamai gerakan mereka G-30-S . Dalam sebuah unjuk kekuatan , ratusan prajurit pendukung G-30-S menduduki Lapangan Merdeka (sekarang Lapangan Monas) . Lalu pada sore hari tanggal 1 Oktober 1965 , seperti menanggapi isyarat dari Jakarta , beberapa pasukan di Jawa Tengah menculik 5 perwira  pimpinan mereka .
Kesulitan memahami G-30-S karena gerakan tersebut sudah kalah sebelum kebanyakan orang Indonesia mengetahui keberadaannya . G-30-S tumbang secepat kemunculannya . Dengan tidak adanya Men/Pangad Letjen Achmad Jani , Pangkostrad Mayjen Soeharto mengambil alih komando AD pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965 dan melancarkan serangan balik pada sore harinya . Pasukan G-30-S meninggalkan stasiun RRI dan Lapangan Merdeka yg sempat mereka duduki selama 12 jam saja . Semua pasukan pemberontak akhirnya ditangkap atau melarikan diri dari Jakarta pada pagi hari tanggal 2 Oktober 1965 . Di Jawa Tengah , G-30-S hanya bertahan sampai tanggal 3 Oktober 1965 dan lenyap sebelum sempat menjelaskan tujuan mereka kepada public , bahkan pimpinannya belum sempat mengadan konferensi pers dan tampil memperlihatkan diri di depan kamera pada fotografer .
G-30-S menyatakan aksi aksi mereka melawan para jenderal untuk menjamin keselamatan Presiden Soekarno . Tetapi persetujuan Soekarno terhadap aksi aksi tersebut menjadi masalah dalam rencana itu . Rupanya mereka bermaksud menahan 7 jenderal itu , kemudian melaporkannya kepada Soekarno dengan harapan ia akan menyatakan terima kasihnya . Dengan demikian gerakan tersebut dapat diterima dalam lingkungan AD sendiri dan daerah daerah di luar Jakarta . Dengan perlindungan Soekarno , kepemimpinannya AD akan terpaksa menerima kenyataan karena tidak punya pilihan lain .
Bukti bukti di Mahmilub menimbulkan kesan para anggota komplotan itu tidak merencanakan pembunuhan para jenderal . Sjam Kamaruzaman dalam sidang perkaranya mengemukakan tujuannya adalah menahan para jenderal itu lalu menyerahkannya kepada Dewan Revolusi yg akan menyelidiki rencana kudeta mereka . Sebagai komnadan militer dalam komplotan itu , Letkol Untung bertanggung jawab atas rencana dan pelaksanaan penculikan para jenderal . Dalam sidang perkaranya , ia menyangkal telah memerintahkan pembunuhan . Tetapi ia mengakui telah menginstruksikan Komandan Pasopati Lettu Dul Arief yg memimpin penyergapan ke rumah rumah para jenderal tidak seorang pun dibiarkan lolos . Beberapa anggota pasukan penyergap ini menyatakan Dul Arief memerintahkan mereka untuk mengambil para jenderal iti “hidup atau mati” . Dalam peristiwa itu , 3 jenderal termasuk Achmad Jani melawan dan dibunuh di rumah masing masing . Sedangkan yg lainnya di bawa hidup hidup ke Lubang Buaya .
Mengutip Ulf Sundhaussen , pembunuhan para jenderal terkemuka itu merupakan peristiwa yg luar biasa dan tidak konsisten dengan kaum pembangkang dalam tentara . Peristiwa itu untuk pertama kalinya memasukkan tingkat kekerasan yg sama sekali baru ke dalam dunia politik di Jakarta . Pertanyaannya adalah bagaimana peristiwa peristiwa itu sampai bisa terjadi ? Argumen yg di kemukakan AD tingkat fanatisme di pihak perilaku G-30-S akibat dari indoktrinasi PKI yg mendalanginya .
Ungkapan Belanda EENMALIG digunakan untuk melukiskan sesuatu yg terjadi hanya sekali . Setiap orang harus siap untuk muncul dalam panggung sejarah pada waktu dan saat yg tepat . Ungkapan tersebut cocok untuk melukiskan sosok Sarwo Edhie Wibowo dalam panggung sejarah , khususnya dalam hari hari panjang penumpasan G-30-S dan menegakkan Orde Baru .

Kol Sarwo Edhie Wibowo tidak mempunyai pasukan yg cukup banyak . Terpaksa para prajurit staf yg belum memiliki kualifikasi sebagai pasukan Baret Merah segera di beri pakaian tempur loreng loreng berikut baret . Tujuannya untuk memberikan kejutan pada lawannya .
Popularitas Kol Sarwo Edhie Wibowo yg meroket di tengah pergolakan politik mengusik Mayjen Soeharto . Ia pun di singkirkan dari pusaran kekuasaan dan di beri jabatan Pangdam Bukit Barisan .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar